Adzan
Dua kampung itu dipisahkan oleh sebuah sungai kecil. Rumahku, terletak di kampung yang berada di sisi sebelah Timur sungai. Di kampungku, terdapat satu buah masjid dan satu buah musholla. Sedangkan, 3 buah masjid, berdiri tegak di kampung sebelah, kampung disisi Barat sungai. Dikelilingi 5 tempat ibadah, waktu Adzan terasa bagaikan alunan syahdu musik ilahi yang merasuk hingga ke dalam kalbu, yang mengingatkan manusia untuk berhenti sejenak dari aktivitas duniawinya, dan menghadapkan diri kepada Yang Maha Kuasa.
Aku masih ingat, Sabtu malam itu, saat 5 menara mengumandangkan Adzan, kondisi nenekku berubah menjadi kritis. Sudah beberapa hari, nenekku sakit. Malam itu, badannya kaku, dan terlihat seperti gejala stroke. Badannya tidak bergerak, kesadarannya menurun, mulutnya pun tak bertenaga untuk mengunyah makanan, bahkan menelan air minum.
Malam itu juga, kami sekeluarga memutuskan untuk membawa nenek ke rumah sakit. Aku angkat perlahan tubuhnya. Perlahan kupakaikan baju hangat warna biru kesayangannya. Saat aku memakaikannya, tangannya sedikit bergerak, dan menggapai-gapai tanganku, seperti ingin mengetahui siapa sosok disebelahnya. Matanya memutih karena katarak yang nenek derita, membuatnya tidak bisa melihat secara jelas. Keluargaku membantu mengenakan topi hangat dan memanggilkan becak untuk membawa nenek ke rumah sakit. Disaat seperti ini, aku tidak habis pikir, mengapa mobil yang biasa aku pakai mengalami kerusakan. Tapi, apapun itu, asalkan nenek bisa dibawa ke rumah sakit, itu sudah cukup.
Dibantu tetanggaku, kami perlahan menaikkan nenek ke atas becak. Ditemani salah satu keluargaku disisinya, aku selimuti nenek dengan sajadah dan selimut, untuk melindunginya dari hawa dingin malam. Becak pun berangkat, menembus keramaian jalan. Aku pun berangkat ke rumah sakit, menyusulnya, dengan menaiki motor.
Sesampainya dirumah sakit, segala perawatan diberikan pada nenekku. Tes darah hingga MRI dilakukan guna untuk mencari tahu masalah yang diderita nenek. Ternyata ditemukan ada peradangan di paru-paru, penyumbatan pembuluh darah diotak yang menyebabkan nenek mengalami stroke dan masalah pada jantung. Usia nenekku saat itu 98 tahun, jadi dokter menyarankan keluarga untuk mempersiapkan diri, bila terjadi hal yang tidak diinginkan. Setelah semua proses administrasi diselesaikan, nenek mulai menjalani proses rawat inap. Kami sekeluarga bergantian menjaganya.
Aku masih ingat, Selasa dini hari pukul 3, atau 3 hari setelah nenek masuk rumah sakit, aku menerima telepon dari keluargaku yang bertugas menjaga nenek. Benar, perjalanan hidup nenek didunia fana ini, menemui akhir. Beliau dipanggil ke sisi-Nya. Aku hanya bisa mengucapkan kalimah istirja'.
Mengenang masa lalu nenekku, aku hanya bisa bilang beliau adalah sosok yang luar biasa. Beliau mengasuhku saat aku masih kecil, ketika Ayah dan Bunda harus bekerja. Aku menghabiskan sebagian besar waktu masa kecilku dengannya. Tubuhnya juga kuat. Aku ingat, meskipun beliau hampir berusia 70 tahun, beliau masih suka mencuci baju dan kain batik yang biasa beliau pakai sebagai bawahan. Meskipun kami sekeluarga sering memintanya untuk meninggalkan pakaian kotornya untuk kami cuci, tapi beliau mengindahkannya dan lebih suka melakukannya sendiri.
Meskipun nenek begitu sayang padaku, aku sering melakukan perbuatan yang tidak baik padanya. Itulah gobloknya diriku. Bahkan, pada saat sakit sebelum beliau masuk rumah sakit Sabtu malam itu, aku juga kurang memberikan perhatian padanya. Pekerjaan yang menumpuk menjadi alasannya. Tapi, alasan tinggal alasan. Aku tidak bisa mengembalikan waktu dan memperbaiki kesalahanku.
Yang aku bisa lakukan sekarang hanyalah mendoakan nenekku agar diampuni dosa-dosanya dan diterima segala amal ibadahnya. Dan yang paling penting, aku akan berusaha untuk tidak goblok lagi, dan lebih berbakti pada Ayah Bunda, selama mereka masih ada dan sehat. Berusaha untuk tidak menyakiti hati Ayah Bunda, membantu mereka walaupun dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang aku miliki.
Aku sadar, Adzan bukan hanya pengingat kita akan waktunya sholat. Adzan juga berkumadang sebagai pengingat, bila waktu terus berjalan. Adzan berkumandang mengingatkan kita bahwa kita bisa sewaktu-waktu kehilangan mereka yang kita sayangi. Sayangi dan berbakti pada mereka yang masih ada. Jangan jadi goblok!
Aku masih ingat, Sabtu malam itu, saat 5 menara mengumandangkan Adzan, kondisi nenekku berubah menjadi kritis. Sudah beberapa hari, nenekku sakit. Malam itu, badannya kaku, dan terlihat seperti gejala stroke. Badannya tidak bergerak, kesadarannya menurun, mulutnya pun tak bertenaga untuk mengunyah makanan, bahkan menelan air minum.
Malam itu juga, kami sekeluarga memutuskan untuk membawa nenek ke rumah sakit. Aku angkat perlahan tubuhnya. Perlahan kupakaikan baju hangat warna biru kesayangannya. Saat aku memakaikannya, tangannya sedikit bergerak, dan menggapai-gapai tanganku, seperti ingin mengetahui siapa sosok disebelahnya. Matanya memutih karena katarak yang nenek derita, membuatnya tidak bisa melihat secara jelas. Keluargaku membantu mengenakan topi hangat dan memanggilkan becak untuk membawa nenek ke rumah sakit. Disaat seperti ini, aku tidak habis pikir, mengapa mobil yang biasa aku pakai mengalami kerusakan. Tapi, apapun itu, asalkan nenek bisa dibawa ke rumah sakit, itu sudah cukup.
Dibantu tetanggaku, kami perlahan menaikkan nenek ke atas becak. Ditemani salah satu keluargaku disisinya, aku selimuti nenek dengan sajadah dan selimut, untuk melindunginya dari hawa dingin malam. Becak pun berangkat, menembus keramaian jalan. Aku pun berangkat ke rumah sakit, menyusulnya, dengan menaiki motor.
Sesampainya dirumah sakit, segala perawatan diberikan pada nenekku. Tes darah hingga MRI dilakukan guna untuk mencari tahu masalah yang diderita nenek. Ternyata ditemukan ada peradangan di paru-paru, penyumbatan pembuluh darah diotak yang menyebabkan nenek mengalami stroke dan masalah pada jantung. Usia nenekku saat itu 98 tahun, jadi dokter menyarankan keluarga untuk mempersiapkan diri, bila terjadi hal yang tidak diinginkan. Setelah semua proses administrasi diselesaikan, nenek mulai menjalani proses rawat inap. Kami sekeluarga bergantian menjaganya.
Aku masih ingat, Selasa dini hari pukul 3, atau 3 hari setelah nenek masuk rumah sakit, aku menerima telepon dari keluargaku yang bertugas menjaga nenek. Benar, perjalanan hidup nenek didunia fana ini, menemui akhir. Beliau dipanggil ke sisi-Nya. Aku hanya bisa mengucapkan kalimah istirja'.
Mengenang masa lalu nenekku, aku hanya bisa bilang beliau adalah sosok yang luar biasa. Beliau mengasuhku saat aku masih kecil, ketika Ayah dan Bunda harus bekerja. Aku menghabiskan sebagian besar waktu masa kecilku dengannya. Tubuhnya juga kuat. Aku ingat, meskipun beliau hampir berusia 70 tahun, beliau masih suka mencuci baju dan kain batik yang biasa beliau pakai sebagai bawahan. Meskipun kami sekeluarga sering memintanya untuk meninggalkan pakaian kotornya untuk kami cuci, tapi beliau mengindahkannya dan lebih suka melakukannya sendiri.
Meskipun nenek begitu sayang padaku, aku sering melakukan perbuatan yang tidak baik padanya. Itulah gobloknya diriku. Bahkan, pada saat sakit sebelum beliau masuk rumah sakit Sabtu malam itu, aku juga kurang memberikan perhatian padanya. Pekerjaan yang menumpuk menjadi alasannya. Tapi, alasan tinggal alasan. Aku tidak bisa mengembalikan waktu dan memperbaiki kesalahanku.
Yang aku bisa lakukan sekarang hanyalah mendoakan nenekku agar diampuni dosa-dosanya dan diterima segala amal ibadahnya. Dan yang paling penting, aku akan berusaha untuk tidak goblok lagi, dan lebih berbakti pada Ayah Bunda, selama mereka masih ada dan sehat. Berusaha untuk tidak menyakiti hati Ayah Bunda, membantu mereka walaupun dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang aku miliki.
Aku sadar, Adzan bukan hanya pengingat kita akan waktunya sholat. Adzan juga berkumadang sebagai pengingat, bila waktu terus berjalan. Adzan berkumandang mengingatkan kita bahwa kita bisa sewaktu-waktu kehilangan mereka yang kita sayangi. Sayangi dan berbakti pada mereka yang masih ada. Jangan jadi goblok!
Comments
Post a Comment